Skandal Pendidikan di Pati: Dugaan Pemalsuan Sertifikat, Manipulasi Dapodik, dan Korupsi Anggaran Terkuak
PATI – Dunia pendidikan di Kabupaten Pati kembali tercoreng. Sebuah laporan resmi yang masuk ke Polres Pati mengungkap dugaan serius pemalsuan sertifikat dan manipulasi data di sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik), yang berpotensi melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Data yang diduga dipalsukan ini berkaitan dengan luas tanah sekolah, yang kemudian dijadikan dasar pengajuan anggaran ke pemerintah.
Informasi yang dihimpun menyebut, setelah data tersebut diinput ke Dapodik dengan angka yang tidak sesuai fakta, anggaran pendidikan yang diajukan kemudian cair. Di titik inilah dugaan penyelewengan dana muncul.
“Ini bukan sekadar kesalahan administrasi, tapi permainan yang berpotensi merugikan negara dan mengorbankan integritas pendidikan,” tegas Hartoyo Bin Kasmono, pelapor kasus ini.
Laporan dugaan pemalsuan keterangan elektronik ini telah diajukan ke Polres Pati pada 30 Oktober 2024. Surat Perintah Penyelidikan (SP Lidik) terbit pada 13 November 2024, dengan ancaman pidana maksimal 12 tahun penjara dan/atau denda Rp 12 miliar. Penyidik Unit III Tipikor Polres Pati telah melakukan pemeriksaan terhadap pelapor dan beberapa saksi, namun masih membutuhkan bukti tambahan, termasuk sertifikat asli untuk mencocokkan dengan data di sistem.
Sayangnya, upaya pengumpulan bukti terhambat akibat gagalnya pertemuan penting yang dijadwalkan di Kantor PD Muhammadiyah Pati pada Sabtu (2/8/2025). Pertemuan tersebut sebelumnya disepakati untuk mengundang tokoh kunci, di antaranya:
1. Moh. Asnawi, mantan Ketua PDM
2. Moh. Lukman, Ketua PDM
3. Yusuf Wibisono, Ketua LBH PD Muhammadiyah
4. Erma UHK, Pengacara LBH
5. Chory Sudaryanti, Kepala SMK Muhammadiyah 1 Pati
6. Rully Feranika, mantan Kepala SMK Muhammadiyah 1 Pati
"Pada hari pelaksanaan, tak satu pun pihak yang hadir tanpa pemberitahuan resmi pembatalan, tetapi mobilnya Moh. Asnawi terparkir didepan kantor PDM dan orangnya tidak kelihatan batang hidungnya. Sudah dipanggil Polres nggak datang, dipanggil PDM nggak datang, sampai kasus berhenti total kurang lebih sampai 8 bulan," ucap protes Hartoyo.
Menurut Teguh, admin PDM, ia telah menyampaikan undangan kepada Ketua PDM Moh. Lukman. Namun, ia mengaku tidak menerima perintah apapun terkait pelaksanaan pertemuan itu. “Pak Lukman sedang berada di luar kota,” ujar Teguh kepada Hartoyo.
Hartoyo menilai hal ini sebagai bentuk kekecewaan mendalam. “Jarak waktu dari hari penyampaian jadwal sampai dengan hari pertemuan itu sudah lebih dari tiga hari. Jika ada pembatalan atau penundaan, pasti bisa disampaikan sebelumnya atau diantisipasi,” ungkapnya.
Ia juga menambahkan, “Saya untuk yang kesekian kalinya merasa sangat dikecewakan oleh PDM Pati. Kejadian seperti ini tidak hanya sekali dua kali saja. Bahkan saya memberikan surat itu sampai capek menulis karena terlalu berkali-kali saya sampaikan, tapi ujungnya tetap tidak ada kabar sama sekali pada hari pertemuan seperti ini. Moh. Lukman tidak sadar bahwa perbuatannya ini bisa menjelekkan nama PDM sendiri.”
Sebelum agenda pertemuan tersebut, Hartoyo sempat dihubungi oleh penyidik Unit III Tipidkor Polresta Pati, yang menangani kasus ini.
“Kemarin saya dihubungi oleh Polisi untuk menyampaikan dan memberitahu bagaimana hasil dari pertemuan hari ini. Selain itu beliau juga menitipkan pesan apabila ketemu dengan Moh. Asnawi supaya segera mendatangi undangan dari Polresta tersebut, hanya untuk menunjukkan sertifikat saja, apakah benar data tersebut sama atau tidak dengan kenyataan yang terdaftar di Dapodik,” tutur Hartoyo.
"Untuk memperjelas permasalahan ini, perlu juga Polresta Pati memanggil Moh. Lukman selaku Nadhir (Pemegang Sertifikat tanah wakaf), Chori Sudaryanti selaku Kepala SMK Muhammadiyah 1 Pati saat ini, dan Ranny Hanafi selaku Operator Dapodik," lanjut Hartoyo.
"Konstruksi hukumnya, operator Dapodik menginput data luas tanah di Dapodik dengan data dukung scaner Sertifikat Tanah Palsu, cara Memalsu luas tanah di sertifikat tanah, terindikasi dengan cara menambahkan angka 1 pada luas tanah sebenarnya yang seluas 5.697 M2, dengan penambahan angka 1 tersebut, luas tanah menjadi 15.697 M2," ungkap Hartoyo.
"Dengan di inputnya data luas tanah palsu tersebut, kemudian tersalur bantuan dari Kementerian Pendidikan sebesar Rp.3.000.000.000 (tiga milyar rupiah), dan diduga bantuan tiga milyar rupiah tersebut dikorupsi," tutup Hartoyo.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari PDM Kabupaten Pati, pihak sekolah, maupun Dinas Pendidikan Wilayah III Jawa Tengah. Publik kini menyoroti bukan hanya substansi dugaan pelanggaran hukum, tetapi juga persoalan etika, transparansi, dan tanggung jawab moral lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan organisasi besar tersebut.
(Redaksi Cakramedia Indonesia)
Komentar
Posting Komentar