Pati, 13 Oktober 2025 – Sidang lanjutan perkara dugaan penipuan investasi senilai Rp3,1 miliar dengan terdakwa Anifah binti Pirna kembali digelar di Pengadilan Negeri Pati. Persidangan kali ini beragenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) dari tim kuasa hukum terdakwa, Darsono dan Rekan, yang menilai perkara tersebut tidak memenuhi unsur pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP tentang penipuan, melainkan murni merupakan sengketa perdata atau wanprestasi.
Dalam pledoinya, Darsono, S.H. menjelaskan bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya mendasarkan tuntutannya pada dakwaan alternatif pertama, yaitu Pasal 378 KUHP, sedangkan dakwaan kedua mengenai Pasal 372 KUHP tentang penggelapan dinilai tidak terbukti.
“Kami hanya menanggapi tuduhan penipuan, karena secara fakta maupun hukum, tidak ada satu pun unsur pasal tersebut yang terpenuhi,” ujar Darsono di hadapan majelis hakim.
Ia juga menyoroti kesaksian Nur Wiyanti, pelapor sekaligus saksi utama, yang mengakui adanya kerja sama investasi dengan terdakwa melalui akta perjanjian di hadapan notaris. Dalam kerja sama tersebut, saksi bahkan telah menerima keuntungan sebesar Rp1,4 miliar serta jaminan sertifikat tanah atas nama keluarga terdakwa.
“Fakta ini membuktikan bahwa sejak awal, Anifah beritikad baik dan berupaya menjalankan usaha sesuai kesepakatan. Tidak ada niat menipu sedikit pun,” tegasnya.
Dalam pembelaannya, Darsono juga menyinggung keterangan dua notaris, yakni Karina Kumala Dewi dan Febya Chaerunisa, yang dihadirkan sebagai saksi. Keduanya menyatakan bahwa seluruh akta perjanjian dibuat atas permintaan pelapor, bukan atas inisiatif terdakwa. Bahkan, para notaris tersebut menegaskan tidak pernah terjadi penyerahan uang di hadapan mereka.
Melalui pembelaan yang disusun secara sistematis, Darsono meminta Majelis Hakim menilai fakta persidangan dengan objektif.
“Kami memohon agar Majelis Hakim menyatakan klien kami lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van recht vervolging), karena dakwaan maupun tuntutan JPU tidak memiliki dasar yang kuat. Kalaupun ada tunggakan, itu ranah perdata, bukan pidana,” ujarnya.
Ia juga menyoroti adanya kejanggalan dalam berkas tuntutan, di mana muncul nota kwitansi yang tidak termasuk dalam dakwaan awal.
“Penambahan peristiwa baru yang tidak tercantum dalam dakwaan jelas bertentangan dengan KUHAP,” tegas Darsono sambil tersenyum.
“Peristiwa yang tidak dirumuskan dalam dakwaan seharusnya tidak boleh dimasukkan dalam tuntutan, lha kok ini malah ditambahi,” ujarnya menambahkan.
Sementara itu, Anifah binti Pirna selaku terdakwa menyatakan sepenuhnya menerima dan membenarkan pembelaan yang disampaikan tim kuasa hukumnya.
“Sejak awal saya tidak pernah berniat menipu siapa pun. Kerja sama ini murni dilandasi kepercayaan dan dibuat secara sah di hadapan notaris,” kata Anifah.
Ia juga menegaskan telah menunjukkan itikad baik dengan memberikan keuntungan serta jaminan berupa sertifikat tanah kepada pelapor.
“Kalau kemudian usaha ini mengalami kendala, itu karena faktor ekonomi dan hambatan bisnis, bukan karena adanya niat jahat,” imbuhnya.
Menutup pernyataannya, Anifah berharap Majelis Hakim dapat melihat perkara ini secara adil dan proporsional.
“Saya mohon agar majelis hakim menilai bahwa hubungan kami dengan pelapor adalah hubungan kerja sama investasi, bukan tindak pidana. Saya berharap dapat dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum dan memperoleh keadilan yang seadil-adilnya,” tutupnya.
(Redaksi Cakramedia Indonesia)
Komentar
Posting Komentar