Di tengah upaya pemerintah menstabilkan daya beli rakyat, kenaikan gaji pejabat justru menimbulkan tanda tanya di mata publik. Kebijakan ini dinilai lebih berpotensi mendukung pemenuhan kebutuhan sekunder dan tersier para pejabat, sementara banyak masyarakat masih bergelut memenuhi kebutuhan pokok. Wajar jika publik mempertanyakan: apakah ini saat yang tepat?
Secara teoritis, peningkatan penghasilan tentu memberi ruang lebih luas bagi individu untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat pelengkap maupun gaya hidup. Dari kepemilikan rumah kedua, kendaraan tambahan, hingga akses pada layanan hiburan, pariwisata, dan investasi properti—kenaikan gaji diyakini mampu mendongkrak konsumsi pada sektor ini. Hal tersebut bukan semata-mata soal kemewahan, melainkan juga bagian dari perputaran roda ekonomi yang melibatkan banyak sektor usaha.
Namun, pertanyaannya, seberapa relevan prioritas tersebut di tengah kondisi masyarakat yang sebagian besar masih berjuang memenuhi kebutuhan primer? Di sinilah letak harapan publik agar kebijakan ini disertai transparansi, akuntabilitas, dan keberpihakan pada pemerataan kesejahteraan.
Kenaikan gaji pejabat pada akhirnya memang dapat berdampak pada meningkatnya daya beli di sektor sekunder dan tersier. Tetapi, publik menanti: apakah langkah ini juga diimbangi dengan kebijakan yang memastikan kebutuhan pokok rakyat tetap menjadi prioritas utama?
(Asc)
0 komentar:
Posting Komentar