Peran sebagai kepala keluarga selama ini identik dengan sosok pemimpin yang tegar, kuat, dan penuh tanggung jawab.
Namun kenyataannya, tak sedikit kepala keluarga yang terjebak dalam dilema simalakama, yaitu dihadapkan pada berbagai pilihan sulit yang menempatkan mereka dalam posisi serba salah.
Ungkapan "jauh tertembak, dekat tertusuk" menjadi cerminan nyata dari kondisi tersebut.
Di luar rumah, kepala keluarga harus menghadapi kerasnya tekanan hidup. Persaingan dunia kerja, beban ekonomi yang terus meningkat, serta risiko kehilangan mata pencaharian menjadi ancaman yang setiap saat membayangi.
Berbagai upaya dilakukan untuk bertahan, namun tidak jarang justru menimbulkan luka dan kelelahan yang tak terlihat.
Sementara di dalam rumah, kepala keluarga kerap menghadapi tantangan tersendiri. Ekspektasi tinggi dari pasangan dan anak-anak, masalah komunikasi, hingga tekanan psikologis akibat kegagalan memenuhi semua harapan, menjadi beban yang tak kalah berat.
Tak jarang, usaha menjaga keharmonisan keluarga justru membuat mereka mengorbankan perasaan dan kepentingan pribadi.
Kondisi ini menciptakan tekanan ganda yang berisiko menimbulkan stres dan kelelahan mental. Sosok kepala keluarga seringkali merasa harus tetap tampak kuat di hadapan keluarga, meskipun di dalam dirinya tengah terjadi pergulatan hebat. Beban yang ditanggung diam-diam ini semakin berat ketika tidak ada ruang untuk berbagi atau tidak adanya dukungan emosional yang memadai.
Fenomena jauh tertembak, dekat tertusuk menjadi pengingat bahwa di balik sosok kepala keluarga yang tampak tegar, terdapat perjuangan panjang yang sering tak terlihat. Dukungan keluarga, komunikasi yang terbuka, serta kepedulian lingkungan sekitar sangat dibutuhkan agar mereka tidak merasa sendiri dalam menjalankan peran mulia ini.
(Asc)
0 komentar:
Posting Komentar